BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 16 April 2009

Rintisan SBI Hanya Sebatas Label
Laporan: Mohammad NatsirPameran Pendidikan School Pulus Expo (Scope) cukup menggugah. Namun, adanya juga yang meragukan keberadaan sekolah berlabel ?internasional?. Ketika memasuki satu persatu lokasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Jawa Timur, tak satupun mencerminkan sebagai lembaga pendidikan bertaraf di era global. Benarkah program rintisan SBI ini hanya sebatas label semata?PEMANDANGAN Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Jawa Timur ternyata tidak seperti yang tergambarkan dalam pameran pendidikan School Plus Expo (Scope)? Indonesia 2008 di Jakarta. Di provinsi ini, pemandangan serba fasilitas canggih, guru asing dan kurikulum internasional, tidak terlihat seperti yang tergambarkankan.Pandangan masyarakat mengenai RSBI, mungkin tergambarkan sebagai sekolah yang mewah, serba IT (Information Technology), dan diajar beberapa guru dari luar negeri. Ternyata, setelah masuk di beberapa sekolah RSBI, ternyata tak jauh berbeda dengan sekolah pada umumnya. Baik dari sisi fasilitas, hingga guru pengajarnya.Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Jatim terdapat 105 sekolah RSBI. Rinciannya, SD sebanyak 3 sekolah, SMP terdapat 39 sekolah, SMA tercatat ada 34 sekolah. Sedangkan untuk jenjang SMK terdapat 29 sekolah di Jatim yang berlabel RSBI. Melihat kondisi seperti ini, keberadaan lembaga pendidikan Indonesia untuk bersaing dengan lembaga pendidikan luar negeri akan sulit tercapai. Terlebih lagi, perhatian pemerintah terhadap keberadaan RSBI ini masih terlihat setengah hati. Bisa dibayangkan, pengalokasian anggaran dari dana shering sebesar Rp 600 juta per sekolah per tahun (dalam bentuk barang bukan block grant) hingga kini belum seluruhnya tersalurkan. ?Selama ini kami hanya mendapat bantuan dalam bentuk barang dari pusat senilai Rp 300 juta. Dan ini bukan apa-apa, kalau dipakai kebutuhan RSBI untuk menujuk SBI,? kata Kepala Sekolah SMA Khadijah Surabaya, Suwito.Sementara suntikan dana dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Propinsi (Pemprop) hingga kini belum juga cair. Ironinya, dukungan Pemda dan Pemprop ternyata tidak hanya terjadi 2008 ini, melainkan semenjak munculnya RSBI di Jatim pada tahun 2006 lalu pemerintah tidak memberikan dorongan bantuan sepeser pun.?Sejak RSBI di SMA Khadijah ini disahkan, tak pernah ada kucuran dana dari Pemkot Surabaya dan Pemprop Jatim untuk menunjang RSBI,? tegas Suwito. Pantas saja, kalau dari 129 negara yang tergabung dalam Education For All (EFA) Indonesia masuk pada peringkat 71, di bawah Brunei dan Malaysia. Dewan Pembina Dewan Pendidikan Jatim Daniel M Rasyid menilai sekolah sekolah di Jatim belum saatnya menerapkan pola pemerataan SBI di kabupaten/kota. Pasalnya, kondisi guru di berbagai daerah masih belum siap diarahkan ke sana. Dia sendiri menilai program SBI terkesan menghambur-hamburkan uang. Padahal di kabupaten/kota kesejahteraan guru serta kualitasnya masih rendah. ?Kenapa tidak konsentrasi ke sana. Tuntaskan dulu pendidikan dasar di tiap kabupaten/kota, baru melangkah ke SBI,? ungkapnya. Parahnya, beberapa guru SBI di Surabaya saja belum bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan baik. Padahal sudah menjadi syarat mutlak untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris di kelas. ?Siapa yang tidak bisa kalau hanya mendistribusikan anggaran. Apalagi dialokasikan untuk bangunan sekolah yang mewah seperti SBI. Seharusnya dalam pendistribusian itu harus jelas arahannya untuk pendidikan,? cetus Daniel.Sementara itu, Kepala Dinas P dan K Jatim Rasiyo mengaku cukup kesulitan mendistribusikan dana untuk RSBI. Alasannya, bantuan dana yang sudah dianggarkan 2008 ini sebesar Rp 11 miliar untuk RSBI harus dilakukan dengan sistem lelang. Pasalnya, bantuan tersebut bukan berupa block grand melainkan sumbangan berbentuk alat.?Tahun anggaran 2009 nanti. Volume anggarannya kami tingkatkan menjadi 12 miliar. Dan nanti akan diberikan dengan sistem block grand bukan bantuan barang,? kata Rasiyo.Sedangkan, Kepala Dispendik Kota Surabaya Sahudi mengatakan, sejauh ini belum bisa berbuat apa-apa. Karena, pengajuan anggaran untuk RSBI belum juga mendapat persetujuan dari DPRD Kota Surabaya. Sehingga untuk 2008 ini pihaknya tidak bisa memberikan suntikan dana. ?Tapi RSBI di jenjang SMPN dan SMAN sudah mengantongi ISO 9001 : 2000 standar IWA 2,? jelas Sahudi mengaku optimis pendidikan RSBI akan mampu bersaing dengan pendidikan luar negeri.Sikap optimistis Kepala Dispendik Surabaya ini tampaknya mendapat tanggapan sinis dari kepala sekolah SMAN 5 Surabaya Suhariono. Meski saat ini sekolahnya dipercaya Universitas Cambridge sebagai pelaksana ujian cambridge ternyata belum mampu menciptakan RSBI yang unggul.Bahkan, keinginan Suhariono untuk mewujudkan kelas internasional di Surabaya akhirnya gagal terwujud. Selain karena belum ada pencairan dana dari pemprof dan pemkot. ?Sebenarnya sudah kami gagas sejak 2007 lalu. Tapi kenyataannya sampai sekarang dana RSBI saja masih tersendat-sendat. Sehingga pembentukan kelas internasional tidak bisa diwujudkan,? ujar Suhariono.Sejauh ini, terang Suhariono, rancangan kurikulum internasional, sumber daya manusia dan sarana prasarana rintisan SBI sejauh ini sudah bisa terpenuhi. Namun sayangnya faktor pendukung lainnya dari dana shering hanya pemerintah pusat yang cair. ?Itupun tidak bisa dicairkan dalam bentuk dana untuk dikelola sendiri oleh sekolah. Tapi langsung berupa barang,? katanya.Padahal untuk menerapkan kelas internasional membutuhkan biaya yang sangat mahal. Karena secara otomatis dalam beberapa tahun ajaran pertama pihak sekolah akan mencari guru dari luar sekolah yang mampu menguasai materi sains dengan penjelasan menggunakan bahasa inggris. ?Semua mapel sains (Matematika, Kimia, Fisika, dan Biologi) di kelas internasional menerangkannya harus menggunakan bahasa inggris,? tuturnya.Sementara ini, SDM guru yang dimiliki sekolah belum bisa memenuhi semua kebutuhan ini. ?Sambil jalan, guru-guru sains saat ini dikursuskan bahasa inggris. Sehingga nanti kalau sudah terlaksana semua bisa berjalan sesuai dengan kurikulum yang ada,? ujar Suhariono.Tapi, karena dana RSBI tersebut belum juga cair, Suhariono mengaku takut kalau pihak sekolah akan merugi, kalau program kelas internasional ini dijalankan, karena biayanya cukup tinggi.Ditanya apa perbedaan kelas SBI dan kelas internasional? Suhariono menjelaskan kalau kelas SBI, proses pembelajarannya mengunakan murni bilingual (bahasa Inggris dan bahasa indonesia). Sedangkan kelas internasional murni memakai bahasa Inggris. ?Nantinya dalam pembelajaran kelas internasional murni bahasa inggris. Kecuali pelajaran lokal, seperti PPKn, Bahasa Indonesia,? jelas Suhariono.(sir)

0 komentar: